Rabu, 25 Desember 2013

EDUKASI MILITANSI

Lengkingan terompet, bunyi klakson mobil dan motor, raungan knalpot motor - motor yang konon katanya jagoan drag atau apalah itu selalu mengiringi keberangkatan Aremania ke stadion kanjuruhan untuk menyaksikan Arema bertanding. Mobil - mobil pribadi, angkot serta mobil bak terbuka dijadikan alternatif untuk menuju tempat keramat bagi Aremania selain menggunakan sepeda motor. Tua - muda, besar - kecil, laki - perempuan, tumpah ruah di sepanjang jalan. Wow, benar - benar militansi suporter yang sangat mengagumkan. Bahkan bagi saya sendiri yang sudah mahfum dengan hal seperti itu jika berangkat ke Kanjuruhan. Malang, Arema dan Aremania sudah memasuki sepakbola industri sebelum kompetitor lain sadar pentingnya hal ini bahkan bagi PSSI-pun.





Begitu memasuki areal stadion, Aremania menyemut, mengular mengantre untuk memasuki stadion Kanjuruhan. Sayup - sayup genderang perang telah ditabuh, nyanyian - nyanyian pembakar semangat dan peruntuh mental lawan diperdengarkan. Ya, inilah kandang singa bung. Kandang yang membuat lawan ciut nyali sekaligus mengagumi kemegahan Aremania dengan segala atraksinya. Tidak semua, tapi itu bukan masalah. Di liga Inggris, Spanyol, bahkan Jerman sekalipun suporter yang datang ke stadion memberikan dukungan yang berbeda - beda. Ada yang bernyanyi membakar semangat dengan atraksinya, ada juga yang memang menonton dan meniknati pertandingan sepakbola. Tidak bisa dipaksakan untuk bernyanyi dan melakukan gerakan bersama - sama bukan? Tentu saja, isi kepala saja sudah berbeda. Apalagi cara mereka menikmati dan memberikan dukungan kepada Arema pun berbeda - beda. Tapi sekali lagi inilah Aremania, entah dengan cara apa dan bagaimana dukungan yang diberikan.
Namun, dari hal yang menakjubkan dan memgagumkan di atas. Ternyata ada beberapa catatan miring mengenai perilaku militansi Aremania yang kadang berlebihan, terkadang juga tidak taat dan santun. Jika berangkat ke stadion berapa banyak oknum - oknum yang menggunakan syal, bendera atau bahkan tongkat kayu untuk "memaksa" kendaraan - kendaraan lain menyingkir? Atau berapa banyak oknum yang kebut - kebutan dan menjadikan jalanan menuju Kanjuruhan sebagai sirkuit bagi mereka? Atau mungkin berapa banyak oknum yang menggunakan sepeda motor tanpa menggunakan helm atau berboncengan 3 atau lebih? Memang tidak banyak, tapi sangat membuat pengguna jalan yang lain was - was atau bahkan khawatir karena kendaraan mereka tergores. Kita semua juga sudah mahfum sekali jika berada di dalam stadion. Nyanyian - nyanyian pembakar semangat dengan berisi kata - kata kotor juga masih lantang diperdengarkan. Bau alkohol pun kadang menyeruak diantara kerumunan massa.
Aremania yang menjadi basis massa terbesar di Malang, hendaknya menjadi contoh dan tauladan bagi siapapun yang menyanjungnya. Anak - anak kecil usia sekolah sampai kakek - nenek pun takjub dengan Aremania. Sebenarnya potensi ini sangat bagus dan ampuh bila digunakan sebagai senjata untuk mengedukasi khalayak mengenai apapun (Aremania sempat dijadikan pilot project sebagai ikon safety riding di kota Malang.) Akan tetapi realita di lapangan sangat bertolak belakang. Ikon yang harusnya bisa dibanggakan malah rusak citranya akibat para oknum yang mengakui diri mereka sebagai Aremania. Bisa dibayangkan jika nantinya anak - anak yang sering diajak menonton Arema familiar dengan kata - kata kotor yang sering mereka dengar. Bahkan mungkin jika nanti mereka sudah tumbuh besar, kesadaran berlalu - lintas mereka ketika menonton pertandingan Arema juga sangat kurang karena pengalaman mereka mengajarkan seperti itu. Atau mungkin nilai pergeseran moral ketika yang muda sudah tidak lagi mengenal sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Masih merasa jagoankah kita semua sebagai Aremania jika kelak fenomena ini terjadi kepada anak - anak kita? Masih merasa membanggakan kah embel - embel Aremania kita? Hak anda sebagai masing - masing individu jika masih merasa bangga. Tapi saya pribadi, saya merasa gagal sebagai bagian dari keluarga besar Aremania. Tanggung jawab siapa ini, jika kemudian muncul pertanyaan seperti itu. Tidak usah saling tunjuk. Inilah kesalahan kita sebagai Aremania yang tidak bisa menjadi role model bagi para junior kita. Kita yang membiarkan nyanyian dengan kata - kata jorok masih terdengar. Kita yang dengan tidak sadar diri menjadikan jalanan sebagai sarana untuk menunjukkan rasa sombong kita. Aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi filter utama di jalan raya Pun malah melakukan pembiaran.
Militansi memang harus ditanamkan kuat - kuat pada diri kita masing - masing sebagai Aremania. Tanpa militansi kita, Arema bukan apa - apa. Akan tetapi, semua itu harus diimbangi dengan ketaatan adab dan norma serta peraturan yang berlaku. Sadari sedari awal bahwasannya Aremania adalah role model, panutan bagi semua orang. Apa yang dilakukan pasti bakalan ditiru, apalagi oleh para bocah yang masih lugu. Yang hanya mengenal kesenangan. Tugas kita semua untuk memberikan edukasi kepada masyarakat luas bahwasannya militansi kita sebagai suporter tidak membahayakan, srampangan atau urakan. Kita hidup sebagai Aremania yang merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Kita tidak berada di hutan teman - teman.
Memang semua ini kembali kepada individu masing - masing, tapi bukankah semakin modern dan industrial sepakbola kita sudah semestinya kita imbangi dengan modern juga pikiran dan tingkah laku kita sebagai suporter? Apalagi menyandang nama suporter Aremania itu sangat besar tanggung jawabnya. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki pola yang salah ini. Militansi tanpa pengetahuan dan ketaatan apa gunanya? Hanya menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kita tanamkan militansi yang berbudaya kepada saudara - saudara kita sesama Aremania. Memang berbicara lebih mudah, tapi belajar untuk menjadi Aremania yang lebih baik itu akan lebih dihargai. Saya juga masih belajar, bahkan anda mungkin guru saya. Jadi mari kita menngeserkan pola pikir kita dan militansi kita ke jalur yang benar. Setiap kita mengenakan atribut Aremania kita, banyak yang menjadikan kita sebagai panutan dan kebanggaan. Maka kita harus bertanggung jawab akan hal itu. Menuju era suporter modern yang open minded dan berbudaya dengan militansi yang jauh lebih besar daripada ini semua.

Tempat Sampah, 25 Desember 2013


Ttd

Tukang sampah

Sabtu, 14 Desember 2013

KAMI YANG (HANYA) TIDAK INGIN AREMA HILANG

Melihat pendapat  dan komentar – komentar di akun media sosial beberapa teman aremania (oknum aremania, bila kita tidak menggolongkan pendapat mereka sebagai pendapat bulat dari kelompok suporter aremania) mengenai penggunaan nama “Cronus” sebagai “pelengkap” nama “Arema” rasanya saya juga tertarik untuk menulis artikel ini. Akan tetapi mohon maaf sekali, tulisan saya ini hanya pendapat pribadi saya. Jangan tersinggung karena kita memang sama – sama mencintai Arema dengan cara kita masing – masing. Oke, saya lanjutkan ya.
Pandangan saya mengenai komentar – komentar ketidak setujuan tersebut adalah saya merasa bangga bahwasannya kita  sama – sama kritis dan peduli terhadap Malang, Arema dan sejarah perjuangan klub ini. Kita sama – sama tidak ingin klub kesayangan warga Malang dan seantero jagat yang mengaku Aremania ini hilang hanya karena ulah segelintir orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Yang hanya memikirkan mencari keuntungan dari sebuah produk (dalam hal ini saya ambil klub sepakbola Arema) tanpa memikirkan kepuasan customer (Aremania). Rasa kebanggaan kita terusik, jiwa kedaerahan kita berontak, harga diri kita sebagai Aremania mungkin juga terlukai. Dan hal yang seperti ini memang wajar, inilah fanatisme dan kecintaan kita semua terhadap Arema.
Akan tetapi, kita juga sebagai orang yang cinta Arema hendaknya mengerti dan paham akan kebutuhan tim itu sendiri. Kita tidak bisa menggeneralisasikan bahwasannya penggunaan embel – embel nama lain di belakang nama klub sangat tidak relevan atau hanya bisa – bisanya manajemen untuk menghilangkan Arema dari Malang atau bahkan mencap manajemen cari untung semata dari nama itu. Ya bagaimana ya, kita sudah memasuki sepakbola industri teman – teman. Pemain bola juga butuh menghidupi keluarganya. Selama penggunaan embel – embel nama “Cronus” tidak merubah nilai histori dari Arema itu sendiri kenapa tidak? Banyak kok di luar sana klub – klub yang kita kenal sekarang dulunya bukan bernamakan yang kita kenal saat ini. Eits, jangan emosi dulu ya. Hehe.. Pasti yang baca tulisan saya protes dan membandingkan dengan klub luar negeri yang sebuah klub dimiliki oleh satu individu atau beberapa individu tidak mencantumkan nama pemilik atau investornya ya? Hehe... Jelaslah, yang memiliki mereka kan individu. Dan kebanyakan individu, individu tersebut punya bisnis lain selain sepakbola (Maaf jika pengetahuan saya kurang ya. Hehe) Coba kita tengok beberapa klub basket / klub voli di Indonesia yang investor – investornya perusahaan – perusahaan atau bumn – bumn. Pasti ada embel – embel perusahaannya bukan? Nah, sama halnya dengan klub kita tercinta ini teman – teman. Sebuah perusahaan yang punya embel – embel “Cronus” menginginkan bahwasannya Arema di embel – embeli “Cronus”. Toh, mereka memberikan kompensasi kucuran dana untuk membiayai Arema juga bukan?
Jangan terlalu su’udzon kepada manajemen bahwasannya mereka akan “mengambil” Arema dengan cara halus teman – teman. Selama kita tidak mempunyai data dan sumber data yang valid untuk membuktikan pernyataan pendapat teman – teman semua, maka itu hanya akan menjadi fitnah. Bukankah fitnah itu lebih kejam daripada tidak memfitnah? Hehe..
Di sisi lain, manajemen juga hendaknya tetap mendengarkan aspirasi teman – teman. Dalam artian, kita semua hanya tidak ingin nama Arema sebagai klub sepakbola hilang. Jangan sampai sejarah perjuangan para founding father Arema itu terlukai. Arema tidak hanya klub sepak bola, Arema adalah identitas kami sebagai orang Malang. Dan orang Malang kesuwur sebagai Arem. Orang Malang bangga sebagai bagian dari Aremania. Ketika Arema dihilangkan sebagai klub sepakbola dari Malang, maka anda sudah mencabut simbol Arema dari hati kami. Tidak akan ada lagi bakso Arema, tambal ban Arema, distro Arema atau yang lain. Mungkin seantero malang dan seluruh Aremania di jagat raya ini juga siap menghadapi manajemen jika sampai mengusik keberadaan Arema dan nilai – nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Jadi sekali lagi, kritikan membangun untuk manajemen memang perlu. Komentar pedas untuk mencambuk manajemen agar memperhatikan kepuasan Aremania juga penting. Perbedaan pendapat pun wajar karena kita memang mempunyai otak yang berbeda – beda. Hehe.. Tapi kita jangan terlalu sibuk mengurusi penggunaan nama “Cronus” sebagai embel – embel nama Arema. Nama Arema lebih besar daripada “Cronus” (bahkan lebih besar daripada nama Indonesia sendiri) teman – teman. Buktinya, teman – teman di tribun selalu menyanyikan “Mau jadi apa INDONESIA tanpa AREMA?” hehe.. Banyak hal yang perlu dibenahi dari kita (termasuk saya sih. Hehe) sebagi individu yang dengan garang mengucapkan “SAYA AREMANIA!!” Tunjukkan langkah kongkrit kita. Jangan tanyakan apa yang sudah manajemen lakukan untuk Arema, tapi tanyakan apa yang sudah kita lakukan untuk Arema. Bukankah begitu lebih bijak? Karena kita bisa seiring sejalan membangun Arema sesuai dengan porsi dan kapasitas kita masing – masing. Manajemen menjalankan, kita dukung sepenuhnya. Akan tetapi kalau manajemen tidak berjalan semestinya sehingga menyebabkan Arema hancur, kita glangsi bersama – sama teman – teman. Hehe...

Salam Satu Jiwa.
Ayas, umak kabeh seduluran AREMANIA!

(pernah dimuat di http://www.wearemania.net/aremania-voice/5240-kami-hanya-tidak-ingin-nama-arema-hilang Rabu, 11 Desember 2013 dengan sedikit perubahan)

Tempat Sampah, 14 Desember 2013


Ttd
Tukang Sampah


Rabu, 11 Desember 2013

PERCAKAPAN SORE HARI

Seperti biasa sih, awalnya cuman saya dan nyonya (gak boleh sirik yeeeee kalau jomblo. Hehe) berniat untuk menikmati sore hari dengan secangkir kopi di kedai kopi (wahaha, bahasanya cuy) yang terletak di salah satu mall di kota Malang (sebut saja Double Dipps - Matos. Memang nama sebenarnya, red. Hehe) maklum memang lagi butuh inspirasi untuk mengundang kejenuhan. Setelah tiba di sana, nyonya memtuskan untuk mengundang beberapa teman dan saya pun juga mengundang teman untuk gabung. Ya, dateng juga sih akhirnya pas sore hari. Padahal saya sama nyonya mulai jam 1 siang. Haha...
Banyak yang diobrolin, mengenai rencana menyulap kampus fair teman nyonya yang diselenggarakan di SMA sekolah saya dulu (maklum, nyonya dan kedua temannya adalah adik kelas saya. kekeke..) menjadi acara yang semulanya biasa - biasa saja menjadi tampak kelihatan luar binasa eh, luar biasa maksudnya. Sampai dengn obrolan setengah berat sekelas tim sukses kampanye calon legilatif (ibu dari cewek teman saya). Warna - warni juga dunia ini, batin saya. Obrolan - obrolan tersebut membuat otak saya sedikit terasah hari ini. hehe..
Yang mau saya bagi kepada anda adalah, dari obrolan - obrolan saya tadi yang paling saya perhatikan adalah soal sharing ide mengenai promo seorang calon legislator. Bukan sok - sokan saya mengerti polotik loh ya, saya tidak mengerti politik itu apa, saya males  dan memang tidak tertarik sama dunia politik yang itu - itu saja. Yang memang dari dulu jaman Yunani kuno dan peradaban lama memang yang namanya politikus itu saling sikut sana sini. Hehe.. Saya hanya mengungkapkan ide kepada cewek (pacar) teman saya itu dengan menggebu - gebu. Untung teman saya tidak merasa cemburu, maklum saya selalu menjatah dia. Lho ya? Haha... Lupakan, lupakan. Kita kembali ke urusan kita. Saya berpendapat bahwasannya jaman sekarang, untuk menjadi seorang calon legislator yang mempunyai kapabilitas dan kredibilitas yang mumpuni selain dari pendidikan dan kemampuan orang itu sendiri, adalah faktor kedekatan antara caleg tersebut dengan masyarakat dapil mereka sendiri. Kedekatan itupun bisa diciptakan (tentunya prosesnya tidak instan), ini tidak semata - mata ketuk pintu kasih uang 20 ribu atau 50 ribu lalu ngomong "ibu / bapak nanti pilih saya ya" bukan seperti itu. pendekatan seperti itu mah kuno! konvensional! haram karena memang dilarang KPU. Hehe...
Maksud saya kedekatan itu bisa diciptakan adalah, ketika caleg hendak mencalonkan diri untuk maju menjadi perwakilan yang duduk di parlemen hendaknya beliau - beliau itu dikenal dan dirasakan oleh orang - orang di dapil pemilihannya. Caranya seperti apa? Saya menekankan kepada cewek teman saya itu bahwasannya, politik uang itu sangat dilarang, bahkan Tuhan bisa marah loh. hehe... lebay ya? Yasudah biarkan saja. Caranya adalah, dengan turun langsung ke masyarkat desa - desa di dapilnya (perlu diketahui, ibu cewek teman saya ini maju di perwakilan DPRD kab/kota) kemudian menggali apa yang menjadi masalah di sebuah desa tersebut, serta mencarikan pemcahannya. Saya mengambil contoh desa X ini populasi masyarakatnya kebanyakan adalah pemuda yang sebagian besar berada dalam usia produktif dan menganggur. Maka yang perlu dilakukan oleh ibu cewek teman saya ini adalah, memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka. Ajak kerjasama BLK, lalu kemudian didik para pemuda tersebut di sana, beri mereka keahlian. Kemudian ajak kerjasama perusahaan - perusahaan yang mempunyai program CSR untuk sekiranya sudi memberikan bantuan berupa modal untuk mereka. Jika memang niatnya baik dan proses bargainingnya bagus pasti bisa di acc. Setelah itu diterapkan sistem kontroling yang memantau kelangsungan lapangan - lapangan kerja yang sudah dibuat tadi. Maka dengan begitu manfaat kehadiran seorang caleg bakalan lebih dirasakan dibandingkan kita menggunakan sistem konvensional politik uang. Dan saya rasa itu lebih mengena dan terasa. 
Hehe.. Ngomong memang gampang ya, tapi susah untuk dijalani. Saya sih hanya bisa ngomong, tapi kalau ada yang mau mempekerjakan saya sebagai tim sukses ya kenapa tidak? Hahaha..
Intinya, semua itu tergantung niat kita. Mau seperti apa kita ini? Kalau hanya mencari dan mengejar duniawi saja ya kita tidak akan mendapatkan apapun kelak di akhirat. Beda halnya kalau kita memang ingin bermanfaat buat orang lain, kepuasaan hidup tercapai, rezeki terpenuhi, akhirat juga insyaallah punya garansi. Hehe.. Semangat seorang pengusaha banget kan? 

Tempat Sampah, 11/12/13 (cantik bukan? :p)

Ttd
Tukang Sampah