Lengkingan
terompet, bunyi klakson mobil dan motor, raungan knalpot motor - motor yang
konon katanya jagoan drag atau apalah itu selalu mengiringi keberangkatan
Aremania ke stadion kanjuruhan untuk menyaksikan Arema bertanding. Mobil - mobil
pribadi, angkot serta mobil bak terbuka dijadikan alternatif untuk menuju
tempat keramat bagi Aremania selain menggunakan sepeda motor. Tua - muda, besar
- kecil, laki - perempuan, tumpah ruah di sepanjang jalan. Wow, benar - benar
militansi suporter yang sangat mengagumkan. Bahkan bagi saya sendiri yang sudah
mahfum dengan hal seperti itu jika berangkat ke Kanjuruhan. Malang, Arema dan
Aremania sudah memasuki sepakbola industri sebelum kompetitor lain sadar
pentingnya hal ini bahkan bagi PSSI-pun.
Begitu memasuki
areal stadion, Aremania menyemut, mengular mengantre untuk memasuki stadion
Kanjuruhan. Sayup - sayup genderang perang telah ditabuh, nyanyian - nyanyian
pembakar semangat dan peruntuh mental lawan diperdengarkan. Ya, inilah kandang
singa bung. Kandang yang membuat lawan ciut nyali sekaligus mengagumi kemegahan
Aremania dengan segala atraksinya. Tidak semua, tapi itu bukan masalah. Di liga
Inggris, Spanyol, bahkan Jerman sekalipun suporter yang datang ke stadion
memberikan dukungan yang berbeda - beda. Ada yang bernyanyi membakar semangat
dengan atraksinya, ada juga yang memang menonton dan meniknati pertandingan
sepakbola. Tidak bisa dipaksakan untuk bernyanyi dan melakukan gerakan bersama
- sama bukan? Tentu saja, isi kepala saja sudah berbeda. Apalagi cara mereka
menikmati dan memberikan dukungan kepada Arema pun berbeda - beda. Tapi sekali
lagi inilah Aremania, entah dengan cara apa dan bagaimana dukungan yang
diberikan.
Namun, dari hal
yang menakjubkan dan memgagumkan di atas. Ternyata ada beberapa catatan miring
mengenai perilaku militansi Aremania yang kadang berlebihan, terkadang juga
tidak taat dan santun. Jika berangkat ke stadion berapa banyak oknum - oknum
yang menggunakan syal, bendera atau bahkan tongkat kayu untuk "memaksa"
kendaraan - kendaraan lain menyingkir? Atau berapa banyak oknum yang kebut -
kebutan dan menjadikan jalanan menuju Kanjuruhan sebagai sirkuit bagi mereka?
Atau mungkin berapa banyak oknum yang menggunakan sepeda motor tanpa
menggunakan helm atau berboncengan 3 atau lebih? Memang tidak banyak, tapi
sangat membuat pengguna jalan yang lain was - was atau bahkan khawatir karena
kendaraan mereka tergores. Kita semua juga sudah mahfum sekali jika berada di
dalam stadion. Nyanyian - nyanyian pembakar semangat dengan berisi kata - kata
kotor juga masih lantang diperdengarkan. Bau alkohol pun kadang menyeruak
diantara kerumunan massa.
Aremania yang
menjadi basis massa terbesar di Malang, hendaknya menjadi contoh dan tauladan
bagi siapapun yang menyanjungnya. Anak - anak kecil usia sekolah sampai kakek -
nenek pun takjub dengan Aremania. Sebenarnya potensi ini sangat bagus dan ampuh
bila digunakan sebagai senjata untuk mengedukasi khalayak mengenai apapun
(Aremania sempat dijadikan pilot project sebagai ikon safety riding di kota
Malang.) Akan tetapi realita di lapangan sangat bertolak belakang. Ikon yang
harusnya bisa dibanggakan malah rusak citranya akibat para oknum yang mengakui
diri mereka sebagai Aremania. Bisa dibayangkan jika nantinya anak - anak yang
sering diajak menonton Arema familiar dengan kata - kata kotor yang sering
mereka dengar. Bahkan mungkin jika nanti mereka sudah tumbuh besar, kesadaran
berlalu - lintas mereka ketika menonton pertandingan Arema juga sangat kurang
karena pengalaman mereka mengajarkan seperti itu. Atau mungkin nilai pergeseran
moral ketika yang muda sudah tidak lagi mengenal sopan santun terhadap orang
yang lebih tua. Masih merasa jagoankah kita semua sebagai Aremania jika kelak
fenomena ini terjadi kepada anak - anak kita? Masih merasa membanggakan kah
embel - embel Aremania kita? Hak anda sebagai masing - masing individu jika
masih merasa bangga. Tapi saya pribadi, saya merasa gagal sebagai bagian dari
keluarga besar Aremania. Tanggung jawab siapa ini, jika kemudian muncul
pertanyaan seperti itu. Tidak usah saling tunjuk. Inilah kesalahan kita sebagai
Aremania yang tidak bisa menjadi role model bagi para junior kita. Kita yang
membiarkan nyanyian dengan kata - kata jorok masih terdengar. Kita yang dengan
tidak sadar diri menjadikan jalanan sebagai sarana untuk menunjukkan rasa
sombong kita. Aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi filter utama di
jalan raya Pun malah melakukan pembiaran.
Militansi memang
harus ditanamkan kuat - kuat pada diri kita masing - masing sebagai Aremania.
Tanpa militansi kita, Arema bukan apa - apa. Akan tetapi, semua itu harus
diimbangi dengan ketaatan adab dan norma serta peraturan yang berlaku. Sadari
sedari awal bahwasannya Aremania adalah role model, panutan bagi semua orang.
Apa yang dilakukan pasti bakalan ditiru, apalagi oleh para bocah yang masih
lugu. Yang hanya mengenal kesenangan. Tugas kita semua untuk memberikan edukasi
kepada masyarakat luas bahwasannya militansi kita sebagai suporter tidak
membahayakan, srampangan atau urakan. Kita hidup sebagai Aremania yang
merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Kita tidak berada di hutan teman -
teman.
Memang semua ini
kembali kepada individu masing - masing, tapi bukankah semakin modern dan
industrial sepakbola kita sudah semestinya kita imbangi dengan modern juga
pikiran dan tingkah laku kita sebagai suporter? Apalagi menyandang nama
suporter Aremania itu sangat besar tanggung jawabnya. Tidak ada kata terlambat
untuk memperbaiki pola yang salah ini. Militansi tanpa pengetahuan dan ketaatan
apa gunanya? Hanya menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kita tanamkan
militansi yang berbudaya kepada saudara - saudara kita sesama Aremania. Memang
berbicara lebih mudah, tapi belajar untuk menjadi Aremania yang lebih baik itu
akan lebih dihargai. Saya juga masih belajar, bahkan anda mungkin guru saya.
Jadi mari kita menngeserkan pola pikir kita dan militansi kita ke jalur yang
benar. Setiap kita mengenakan atribut Aremania kita, banyak yang menjadikan
kita sebagai panutan dan kebanggaan. Maka kita harus bertanggung jawab akan hal
itu. Menuju era suporter modern yang open minded dan berbudaya dengan militansi
yang jauh lebih besar daripada ini semua.
Tempat Sampah, 25 Desember 2013
Ttd
Tukang sampah